Selendang Cindepancawarna merupakan selendang kuno yang menjadi salah satu kelengkapan pakaian Dukun Adat Tengger yang dikenakan saat memimpin ritual.
Selendang ini diwariskan secara turun temurun dan hanya dimiliki oleh dukun dan dipakai ketika memimpin ritual, sehingga dapat digolongkan sebagai benda upacara yang sakral, namun demikian saat ini hanya tersisa 4 Selendang Cindepancawarna.
Bertempat di Balai Desa Argosari pada tanggal 27 Juni 2021 pukul 09.00 WIB, Tim Ekspedisi Syukur - Puska Antropologi FIB Universitas Udayana Bali menyerahkan 50 lembar Selendang Cindepancawarna kepada Dukun Adat Tengger yang berada di wilayah (secara administrative) Lumajang, Probolinggo, Pasuruan dan Malang. Penyerahan dilakukan setelah acara Pujan Kasada di Bromo dan bertepatan dengan acara Pujan Kasada di Desa Argosari yang dihadiri oleh masyarakat Tengger Brang Wetan khususnya masyarakat Argosari, para dukun tengger dari brang wetan dan brang kulon serta lurah dukun tengger.
Selendang cinde pancawarna tergolong selendang dengan motif yang unik dan jarang dijumpai di masyarakat sehingga sulit untuk mendapatkan selendang ini. Pentingnya keberadaan selendang ini khususnya bagi Dukun Tengger dalam memimpin ritual, merupakan latar blakang perlunya dilakukan konservasi terhadap selendang ini sebagai upaya dari pelestarian budaya masyarakat Tengger.
Selain itu Selendang Cinde Pancawarna merupakan selendang yang digunakan oleh dukun Tengger untuk melakukan upacara ritual adat seperti upacara Karo, Unan-unan dan Bersih Desa. Selendang ini dililitkan pada tubuh dukun dengan bentuk Swastika dalam bahasa Sansekerta yang artinya keberuntungan atau kesejahteraan . perkembangan jenis kain selendang Cinde Pancawarna merupakan perkembangan kain Nusantara atau tenun ikat patola pengaruh dari Gujarat, India Utara yang disebut dalam masyarakat Jawa sebagai Kain Cinde . Motif kain ini berkembang di Indonesia terutama di wilayah Timur yang sebagian besar berupa corak dasar dan ragam hias manusia, flora, fauna, dan benda-benda lain yang berbentuk geometris. Proses pembuatan selendang ini dilakukan dengan teknik tenun ikat ganda yang cukup rumit. Ragam hias pada Kain Patola dianggap sebagai kain keramat dan sering dikaitkan dengan dunia gaib, selain itu juga dihubungkan dengan kelahiran, kehidupan, pernikahan dan kematian manusia.
#LumajangTourism
#LumajangEksotik
#LumajangJawaTimur
#SelendangCindePancawarna
#Budayakita